Sejarah Muhammadiyah di Kota Blitar

Photo Alun-alun Blitar tahun 1900an

Muhammadiyah masuk Blitar sejak tahun 1921. Seperti pertama kali berdirinya Muhammadiyah di Kauman Jogjakarta, Muhammadiyah di Blitar juga diinisiasi dari adanya pendidikan atau sekolah Muhammadiyah. Sekolah Muhammadiyah ini berada di Jalan Kelud Kampung Meduran. Guru pengajarnya hanya tiga orang, yaitu Sudjak sebagai guru agama Islam, Djadi sebagai guru umum, dan Manier Sutadji sebagai guru pengajar Bahasa Belanda. Selain nama-nama tersebut juga disebutkan H. Tamar, Mangun Suryo, Hadi Wasito, hingga Parto Mukri sebagai tokoh penggerak Muhammadiyah di masa-masa awal berdirinya.

Perkembangan Muhammadiyah di Blitar semakin menujukkan progresivitas. Hal ini ditandai dengan status Muhammadiyah Blitar sebagai cabang dari Muhammadiyah Kediri pada tahun 1927. Saat itu yang menjadi perwakilan atau koordinator dari Kediri ialah H Abdullah.

Pada tahun 1937, sekolah pindah ke rumah Sayudi yang terletak di Timur Alon-Alon Blitar. Pengurus pada waktu itu H. Tamar, Kasan Mukmin, H.A. Muhammad, Noto Ilham, dan Abdurrahim. Hingga tahun 1940, sekolah pindah ke Jalan Cokroaminoto 3/5 menyewa kepada orang asing. Di tahun 1970 masih menjadi Hak Guna Bangunan (HGB). Kemudian pada tahun 1985, dengan semangat gotong royong akhirnya Muhammadiyah Blitar mampu membeli tanah tersebut sehingga berubah status menjadi hak milik. Dari tanah itu, akhirnya berdiri SD, SMP, SMA, hingga Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Muhammadiyah.

Di Blitar sendiri, Muhammadiyah sudah membentuk bidang PKO sejak tahun 50-an. Dalam rekam jejaknya, PKO sudah melakukan kegiatan sosial berupa anak asuh yang berlokasikan di jalan Veteran nomor 12. Saat itu yang menjadi pengasuh ialah A. Khusairi. Seiring berjalannya waktu, akhirnya Cabang Muhammadiyah Blitar mendirikan panti asuhan putra-putri yang berlokasikan di jalan Ir. Soekarno nomor 11 dan 38. Panti asuhan inilah yang kemudian selain menjadi misi sosial, juga sebagai misi pengkaderan warga Muhammadiyah yang berlangsung hingga saat ini.

Selain panti asuhan, bidang PKO Cabang Muhammadiyah Blitar juga merintis pondok bersalin pada tahun 1966. Keterbatasan sarana dan jumlah warga yang tidak sebanyak organisasi lain nyatanya tidak menjadi penghalang Muhammadiyah untuk mengembangkan sarana kesehatan. Rumah Bersalin Muhammadiyah berkapasitas 5 tempat tidur yang baru berdiri selalu diupayakan ketersediaan sarananya. Bila ibu-ibu ‘Aisyiyah banyak memberikan perlengkapan dapur dari rumahnya untuk RB, maka bapak-bapak Muhammadiyah banyak mengupayakan tersedianya sarana mebel dan air.

Kekompakan, kesungguhan dan keikhlasan yang membingkai semangat dakwah di bidang kesehatan semakin terlihat hasilnya. Pada tahun 1972 AUMKes mendapat ijin sementara dari Dinas Kesehatan Tingkat I Propinsi Jawa Timur sebagai Rumah Bersalin / Balai Kesehatan Ibu dan Anak (RB/BKIA) Muhammadiyah dengan 17 TT.

Ekspansi Muhammadiyah di Blitar pada tahun 1950-an semakin gencar, yang akhirnya memunculkan cabang dan ranting-ranting baru. Hal ini kemudian yang mendorong perubahan status Muhammadiyah Blitar yang awalnya bagian dari Daerah Kediri menjadi Pimpinan Daerah Muhammadiyah Blitar. 


Disarikan dari Buku Panduan Musda ke XXII Muhammadiyah Kota Blitar