Sejarah Berdirinya Lembaga Dakwah Komunitas (LDK) Muhammadiyah

Muhammadiyah merupakan gerakan dakwah amar ma’ruf nahi mungkar. Dalam strategi dakwahnya, Muhammadiyah membagi ke dalam tiga bentuk: sasaran utama, sasaran umum dan sasaran khusus. Sasaran utama adalah seluruh anggota persyarikatan Muhammadiyah, dan sasaran umum adalah seluruh kaum muslimin dan muslimat. Sedangkan sasaran khusus adalah kelompok masyarakat yang memiliki karakteristik khusus.

Dalam konteks sejarah, Muhammadiyah generasi awal di bawah kepeloporan KH. Ahmad Dahlan selaku pendiri dan perintis banyak memelopori usaha-usaha pembinaan komunitas atau jamaah di masyarakat. Di antaranya membentuk dan membina kelompok pengajian seperti Wal Ashri, Fathul Asrar Miftahu Sa’adah, Nurul Iman, dan lain-lain. Didirikan Qismul Arqa kelompok putra-putri yang dibina di rumah atau asramanya, yang menjadi embrio lahirnya Madrasah Mu’allimin dan Mu’allimat Yogyakarta. Kiai dan sahabat-sahabat terdekatnya juga membina kepanduan, yang melahirkan Hizbul Wathan tahun 1918. Pembinaan Siswa Praja sebagai embrio ‘Aisyiyah tahun 1917.

Karenanya, “dakwah khusus” bukanlah hal yang baru bagi Persyarikatan Muhammadiyah. Tetapi telah menjadi cikal bakal dan gerakan dakwah hingga sekarang ini. Seiring berjalannya waktu, tepat pada Muktamar Muhammadiyah ke-39 di Padang 1974, dengan tegas dan jelas, Muhammadiyah mendeklarasikan konsep Dakwah Masa Kini. Pada masa itu, konsep dakwah ini bertujuan untuk mengantisipasi arus modernisasi yang begitu cepat berkembang di Indonesia yang membawa pengaruh negatif terhadap perkembangan kemajuan Islam dan umatnya.

Mengingat program dakwah masa kini dianggap cukup berat untuk dilaksanakan, program tersebut dipecah menjadi beberapa bagian, satu diantaranya dakwah terhadap masyarakat terasing. Pada Muktamar Muhammadiyah ke-41 di Solo 1985 dibentuklah Lembaga Dakwah Khusus (LDK). Kata “khusus” menggambarkan bahwa program dakwah yang diselenggarakan oleh LDK tertuju kepada segmen sosial tertentu, yaitu dakwah untuk daerah pedalaman dan suku-suku terasing. Namun pada perjalanannya, dengan beberapa pertimbangan, LDK digabung ke dalam Majelis Tabligh sehingga nama majelis tersebut berubah menjadi Majelis Tabligh dan Dakwah Khusus (MTDK).

Pada Muktamar Muhammadiyah ke-47 di Makassar 2015, diputuskan pemisahan kembali dakwah khusus dari MTDK sehingga dibentuk kembali Lembaga Dakwah Khusus (LDK). Dalam Tanfidz Muktamar ke-47 tersebut ditegaskan tentang leading sektor yang menggawangi berbagai komunitas sasaran dakwah yang dirumuskan pada Muktamar tersebut. Disebutkan bahwa LDK diberi amanah (leading sektor) untuk berdakwah pada komunitas kalangan atas, komunitas kalangan bawah, komunitas kalangan menengah, dan komunitas dunia virtual.

Dengan demikian, tugas LDK yang tadinya hanya menangani dakwah di pedalaman menjadi bertambah empat fokus garapan sehingga totalnya menjadi 5 sasaran obyek dakwah, yaitu: (1) berdakwah pada komunitas kalangan atas, (2) komunitas kalangan bawah, (3) komunitas kalangan menengah, (4) komunitas dunia virtual, (5) dakwah untuk masyarakat pedalaman. Sehubungan dengan hal ini, maka penting kiranya adanya satu buku panduan agar tugas dakwah sebagaimana diamanahkan Muktamar dapat berjalan dengan baik.


*Tulisan di atas diambil dari https://muhammadiyah.or.id/ yang disarikan dari buku Panduan dan Strategi Dakwah Khusus tahun 2018 yang ditulis oleh tim Lembaga Dakwah Khusus PP Muhammadiyah dengan UHAMKA Press sebagai penerbit.

0 Komentar